May 19, 2011 — jtraharjo
Malam tadi, Rabu 18 Mei 2011, Mata Najwa di Metro TV menampilkan sosok Joko Widodo, akrab dipanggil Jokowi, Walikota Solo yang fenomenal.
Saya punya testimoni pribadi terhadap seorang Jokowi. Tanggal 14-16 Januari 2011 lalu saya traveling ke Solo dengan beberapa teman. Perjalanan ini terinspirasi liputan di majalah Tempo di awal Januari yang menurunkan investigasi 8 kota kecil layak huni di Indonesia. Ini adalah antitesa pola urban development di kota besar yang semakin tidak manusiawi. Kebetulan beberapa teman sepermainan adalah arsitek dan aktivis transportasi kota. Tertarik dengan liputan itu, kami pengen melihat langsung. Kami pun memilih kota yg feasible dikunjungi over the weekend. Kami memilih Solo. Berangkatlah kita backpacking ke sana.
Di Solo kami menginap di Hotel Rumah Turi, the first eco-friendly hotel in Solo (www.rumahturi.com). Kebetulan owner hotel tersebut, Pak Paulus Mintarga, adalah kenalan teman saya. Kita ngobrol-ngobrol ngalor ngidul di teras hotelnya seharian. Singkat cerita, sampailah pada topik penataan kota Solo yang semakin apik di bawah kepemimpinan Jokowi, walikota yang sangat dicintai warganya. Kami sangat penasaran dengan cerita pak Paulus. Beliau bercerita dengan sangat bersemangat. Semburat kebanggaan jelas terpancar ketika ia bercerita seorang Jokowi yang sangat tegas tapi berpihak pada rakyat kecil, seorang Jokowi yang inovatif dan egaliter, seorang yang visioner tapi tetap membumi, seorang yang sangat bersih, lurus dan berintegritas, seorang yang merakyat sampai hampir tiap malam bisa ditemui di lorong2 pasar dan jalan-jalan kota Solo sedang berdialog dengan warganya.
Penasaran, kami iseng meminta waktu bertemu dengan beliau. Ternyata pak Paulus bisa membantu. Katanya, gak susah ketemu pak Wali. Asal beliau memang tidak ada jadwal, beliau selalu bisa menerima tamu. Nyaris tanpa protokoler!!! Siang itu juga dia menelpon rumah dinas pak wali, dan jam 6 sore nya pak Wali ternyata berkenan menerima kami! Agak2 takjub juga sih.
Tanpa persiapan, jadilah kami berkunjung ke rumah dinas Walikota Solo yang sangat historical (bangunan kolonial berarsitektur paduan Jawa-Victorian) peninggalan abad 18. Saya hanya berkaos, bercelana jins, dan memakai sendal!:p.
Tanpa sungkan Pak Jokowi menerima kami yang bukan siapa2 ini dengan ramah, tulus, dan sederhana. Memang dahsyat jiwa egaliter sosok satu ini. Kebetulan teman saya yg arsitek memang ada rencana acara Ikatan Arsitek Indonesia di Solo, sehingga itulah yg kami jadikan topik pembuka. Kata pak Jokowi, rumah dinas ini toh rumah rakyat. Sudah ribuan warga Solo yang berkesempatan berkunjung ke sana. Jangan sampai rakyat kesulitan bertamu ke rumahnya sendiri. Itu menjelaskan kehangatan rumah dinas ini, berbeda dengan rumah pejabat lainnya yang selalu terkesan angker dan berjarak.
Hampir dua jam kami berdiskusi dengan pak Jokowi. Tak terhitung berapa buah kalimat “powerful” yang terlontar selama itu. Pola pikirnya benar-benar out of the box. Ide-ide nya sangat progresif. Selain cerita suksesnya soal penataan kota (penataan PKL, penyulapan taman kota, pembangunan ruang publik, visi “menghutankan” Solo, pembangunan pusat kebudayaan, ketegangan terkait konflik kepentingan dan kiat-kiat menyelesaikannya, pembenahan transportasi publik, penataan minimarket dan pasar modern, reformasi birokrasi pemda, dan masih banyak lagi), ia juga bercerita soal kegemarannya menikmati musik cadas. Band favoritnya ternyata Napalm Death, Fear Factory, Exodus, Black Sabbath, Metallica, dan Sepultura…:D. Walikota yg gaul dan asyik, hehe. Dia cerita dia punya akun facebook pribadi yang dia maintain sendiri tanpa asisten. Di waktu luang dia selalu merespon secara personal komen/saran/masukan yang dilontarkan warga di wall nya. Dalam hati saya langsung berdecak, what a kind! Gila ni orang, benar2 totally merubah mindset pejabat dan birokrat!
Dalam perjalanan organisasi maupun pekerjaan, saya berksempatan bertemu dengan cukup banyak pejabat pemerintahan. But I can tell, this man is different. Sosok Pak Jokowi benar-benar memberikan harapan dan angin segar untuk masa depan Indonesia. Gak heran di pilkada terakhir kemaren, pak Jokowi menang 91 persen! Ia benar2 dicintai warganya. Kampanyenya nyaris tanpa modal, spanduk dan baliho aja bisa diitung pake jari:p
Penampilannya dari luar, jujur aja, tidak meyakinkan, hehe. Dia selalu tampil sederhana, tidak suka menonjolkan diri. The true leader, memang harus dilihat dari karakter.
Kelak, ketika anak-anak muda semakin banyak yang berkiprah di politik, semoga bisa meneladani sosok seperti beliau. Menjadi pemimpin yang berkarakter, berintegritas, tidak sarat kepentingan, menghindari politik transaksional, dan bekerja keras dengan tulus untuk kepentingan warganya. Ternyata bisa kok terjun ke politik dan bermain bersih seperti itu. Pak Jokowi juga punya satu karakter yang menurut saya sangat menentukan keberhasilannya: prinsip “get things done”. Ia tidak berhenti pada konsep, tapi memimpin dan bekerja keras hingga eksekusinya berlangsung dengan sempurna. Pembenahan yang ia lakukan tidak adhoc, tapi sistemik. Ia punya kemampuan khusus mengidentifikasi akar masalah dan bottleneck yang ada, sehingga penguraian benang kusut bisa berlangsung lebih cepat. Above all, ia melakukan itu semua dengan sangat humanistik, mengedepankan prinsip2 kemanusiaan.
Pak Jokowi juga bercerita bahwa salah satu strategi pemerintahannya yg terpenting adalah membangun trust. Trust harus diraih. Trust bisa dibangun dengan dialog, memenuhi janji, dan menunjukkan bukti nyata. Setelah trust diperoleh, jalan akan semakin mudah. Begitulah cara dia menertibkan PKL yang sudah puluhan tahun mendominasi tata kota Solo. Ia jg adalah tipe orang yang mengutamakan substansi dan tidak terlalu peduli dengan kemasan apalagi pencitraan. Itulah yang membuat ia tampil beda, selalu bisa membuat terobosan.
Saya menyudahi dialog sore itu dengan kesan yang sangat mendalam. Sisa waktu traveling kami sempatkan mengunjungi “legacy” pak Jokowi di seantero kota Solo. Kami mengunjungi Taman Kota Balekambang di sebelah utara GOR Sriwedari, yang tampak seperti Central Park di New York dalam skala kecil:p. Tempat ini dulu penuh dengan gelandangan dan PSK, tapi sekarang jadi arena ruang publik bagi semua warga. Kami beli suvenir di Kampung Batik Kauman, yang gang-gangnya mengingatkan pada labirin di kota Roma menuju Trevi Fountain (ini lebay sih haha). Kami menikmati pedestrian di jl. slamet riyadi, menyaksikan bis trans-solo (sayang gak sempet naek). Kami nongkrong di Ngarsodipuro, pasar malam salah satu tempat Jokowi menampung PKL. Tempat ini juga jadi tempat ruang publik bagi warga. Ada remaja-remaja anggota komunitas breakdance yang lagi latihan, dll. Senang ngeliatnya. Warga kota jadi punya ruang publik selain Mal. Sangat sehat untuk perkembangan jiwa.
Semoga lebih banyak lagi ada sosok-sosok yang berkpribadian mandiri dan berjiwa merdeka seperti Jokowi di Republik ini.
Sumber: http://jtraharjo.wordpress.com/2011/05/19/32/